Desa Tanda Raja, Kikim Timur, Kabupaten Lahat, pedalaman Sumatera Selatan. Seandainya ia tidak lahir di sini, mungkin aku pun tak pernah tau ada daerah ini. Aku mengenalnya hanya lewat Negeri Para Bedebah, Negeri Di Ujung Tanduk, Rindu, Bumi, dan berjejer belasan judul lainnya dalam rak bukuku. Ia begitu memikat lewat ulasan kata, kedalaman makna, dan tutur cerita. Ia mampu menghadirkan canda, pun air mata dalam imaji tiap pembaca. Jika ia mampu menghafal 26 abjad dalam tatanan Bahasa Indonesia, aku pun. Kombinasi dan permutasi dari tiap abjad menjadi kata, tiap kata menjadi kalimat, tiap kalimat menjadi alinea, lalu indah begitu saja ketika disusur mata, itulah perbedaan aku dengannya.
Aku cukup yakin, ia yang lahir dari keluarga petani mempunyai pengalaman hidup seperti kita kebanyakan. Apalagi dengan riwayat pendidikan yang tidak mewah seperti orang lain hingga ke Singapura, Inggris, atau Amerika. Setelah lulus dari SMU Negeri 9 Bandar Lampung, ia meneruskan kuliah ke Fakultas Ekonomi UI. Jalan pendidikannya mungkin hampir mirip dengan Andrea Hirata tanpa Sorbonne. Siapa yang mengira pedalaman Sumatera Selatan di tahun 1979, tepatnya pada bulan Mei hari kedua puluh satu melahirkan seorang laki-laki dengan talenta pencerita ulung? Siapa yang mengira SD Negeri 2 Kikim Timur akan menjadi salah satu bagian penting laki-laki itu belajar menjadi sekarang? Ia pun mungkin tidak mengira. Probabilitas kehidupan terlalu kompleks untuk kombinasi pada satu titik waktu. Kadang, keberkahan memang hadir dari pelosok.